Lelah Untuk Mengatakan Negeri Ini Kaya
Menyaksikan para penumpang kereta api yang duduk di atap
gerbong, lalu muncul penjelasan bahwa jumlah gerbong kereta masih sangat
terbatas. Benarkah sebuah perusahaan kereta api monopoli negara itu
tidak punya uang untuk membeli gerbong baru? Betapa miskinnya negari
ini.
Menyaksikan antrian truk pengangkut barang kebutuhan pokok rakyat yang
berhari-hari menunggu giliran masuk kapal Ferry, lalu muncul penjelasan
bahwa jumlah kapal Ferry terbatas sehubungan dengan beberapa buah sedang
dalam perbaikan, dan terpikir untuk membeli kapal ferry bekas. Sekali
lagi, kapal ferry bekas. Betapa miskinnya negari ini.
Sementara ribuan kilometer jalan pun dalam keadaan rusak. Dan di
beberapa daerah masih banyak bangunan sekolah negeri dibiarkan rusak.
Lalu biaya pendidikan dan kesehatan begitu mahal. Pengangguran jumlahnya
masih lebih besar dari pada jumlah penduduk Singapore yang kotanya
begitu indah karena beberapa bangunan megah didirikan oleh para
pengusaha dan pemboyong uang dari negeri bernama Indonesia. Betapa
miskinnya negeri ini.
Lalu mengapa kita terus menerus menjadi manusia bebal, tak
henti-hentinya menggembar-gemborkan kebohongan bahwa negeri kita adalah
negeri yang sangat kaya raya. Tidakkah anda lelah?
Kaya itu bukan sekedar data yang ditandai dengan potensi sumberdaya alam
yang terpendam di darat dan lautan, melainkan jika umat manusia yang
hidup di atasnya adalah manusia yang memiliki kedaulatan atas kekayaan
itu. Sudahkah kita memiliki kedaulatan atas kekayaan yang terpendam di
tanah yang kita pijak?
Rupanya tak satu pun pemimpin di negeri ini yang memiliki
keberanian mengembalikan kekayaan sumberdaya alam pada rakyatnya dari
cengkraman tangan-tangan kapitalis asing, kecuali Bung Karno. Kendati
pun Bung Karno belum berhasil mewujudkannya, karena dirongrong oleh
kemunculan ambisi politik kelompok tertentu yang memudahkan
tangan-tangan asing mewujudkan impiannya menguasai kekayaan negeri ini.
Dulu komunisme dicitrakan begitu buruknya sebagai ideologi yang layak
diharamkan Islam. Tiada lain sesungguhnya hanya karena sedang digunakan
sebagai alat untuk melumpuhkan bangsa ini. Kini Islam dicitrakan sebagai
kelompok radikal yang tidak sejalan dengan demokrasi. Dan kemungkinan
besar peran komunisme dihidupkan lagi di belakang layar, digunakan
sebagai alat mengadu domba antara Islam dan demokrasi.
Semua itu tentu saja sebagai upaya pengalihan perhatian kita pada
hal-hal yang menjadi kepentingan negara-negara kapitalis. Seperti
dominasi asing pada industri pertambangan, pertanian, maritim dan
industri manufakturing. Kita dibuat tak memiliki daya. Para negosiator
kita termasuk para elit politik pemerintahan bisa jadi dinina bobokan
hingga lengah dan melupakan butir-butir penting dalam kesepakatan
kontrak karya.
Isu korupsi sesungguhnya merupakan bentuk tema berseri yang akan diusung
sepanjang jaman untuk mengalihkan perhatian dan dikemas sebagai kambing
hitam yang memelaratkan negeri ini. Meski pun hal itu memiliki
kebenaran, korupsi memang salah satu virus bagi upaya pembangunan
kesejahteraan rakyat. Namun virus lain yang tidak kalah membahayakan
adalah minimnya penerimaan negara dari hasil pengelolaan sumberdaya alam
oleh pihak asing.
Kita yang hidup di atas tanah kita mengapa begitu sulit mempertahankan
hak kita. Tentu saja hal itu karena kita terlanjur telah mempercayakan
kehidupan kita kepada para pemimpin yang tidak mampu memperjuangkan
hak-hak rakyatnya.
Masihkah kita akan memandang rumput yang kita injak lebih rendah
derajatnya dari pada kita? Padahal rumput begitu mudah menghidupi
dirinya sekalipun tidak mampu berpindah-pindah lahan. Tidakkah kita malu
oleh segerombolan semut yang mampu hidup begotong royong saling bahu
membahu dalam mempertahankan hidupnya?
Kita mungkin tidak perlu menuduh siapa-siapa. Tetapi apakah kita punya
daya untuk mengubah semua ini? Lalu siapa yang harus kita persalahkan?
Apakah saya harus menyalahkan diri saya untuk soal ini? Yang benar
saja….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar